|

Menuju Generasi Qurani: DPRD Batubara dan MUI Bahas Rencana Inovatif 'Ranperda Budaya Maghrib Mengaji

Foto: DP Majelis Ulama Indonesia (MUI) Batubara membahas usulan budaya maghrib mengaji dengan Badan Pembentuk Peraturan Daerah yang dihadiri Katuanya Usman dan anggota.
BATUBARA - Pertemuan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batubara dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Batubara pada Senin (28/8) menghasilkan pembahasan penting terkait upaya untuk mengatasi masalah kurangnya kemampuan membaca dan menulis Alquran pada anak-anak Muslim di wilayah tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, ketua MUI Batubara, Muhammad Hidayat Lc, mengusulkan Ranperda Budaya Maghrib Mengaji sebagai solusi untuk masalah ini.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada Senin (28/8), Ketua MUI Batubara, Muhammad Hidayat Lc, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi anak-anak Muslim di wilayah Batubara. Banyak dari mereka menghadapi kendala dalam membaca dan menulis Alquran, disebabkan pengaruh gadget dan teknologi modern. Hidayat menyoroti pentingnya adanya gerakan terstruktur dan masif yang didukung oleh hukum untuk mengatasi masalah ini. Dalam konteks ini, MUI Batubara mengusulkan sebuah Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang diberi nama "Ranperda Budaya Maghrib Mengaji".

"Dengan kondisi anak anak yang terlalaikan dengan gadget, kita perlu sebuah gerakan yang terstruktur dan masif, juga memiliki kekuatan hukum, dalam pelaksanaannya berupa Perda, untuk itu kita mengusulkan Ranperda Budaya maghrib mengaji," ujar Hidayat.

Tanggapan positif atas usulan ini datang dari Ketua Badan Pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Batubara, Usman, SE, MSi. Usman menyatakan dukungannya terhadap usulan ini dengan mempertimbangkan pentingnya mengembalikan budaya maghrib mengaji, di mana dulu anak-anak sering berkumpul di masjid atau musholla pada waktu magrib untuk mengaji. Namun, proses menuju adopsi Ranperda ini tidak mudah.

"Kalau dibelah hati kita, kita sangat menginginkan ini, mudah mudahan ranperda ini jadi, untuk anak cucu kita, apalagi dulu masyarakat di pinggir pantai itu kalau sore anak anak ramai ke masjid atau musholla di waktu magrib untuk mengaji," ujar Usman.

Dalam penjelasannya, Usman menyebutkan bahwa proses pengusulan dan adopsi Ranperda Budaya Maghrib Mengaji akan melalui serangkaian tahapan yang panjang. Tahap awalnya akan melibatkan penyusunan naskah akademik dan upaya harmonisasi dengan aturan-aturan yang ada. Hal ini terkait dengan potensi konflik dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 10 yang mengatur kewenangan pemerintah pusat dalam urusan agama.

Meskipun Ranperda Budaya Maghrib Mengaji memiliki potensi konflik dengan UU No. 23 Tahun 2014, ada dua daerah yang telah berhasil mengadopsi peraturan serupa, salah satunya Kabupaten Inderagiri Hilir. Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi DPRD Batubara untuk tetap semangat dalam mewujudkan Ranperda ini.

"Kita tetap semangat agar Ranperda ini berhasil, untuk itu yang terkait ini menjadi aturan pemerintah maka kita ikuti tahapan-tahapannya, dimulai dari penyusunan naskah akademik dan harmonisasi," pungkasnya.

Pertemuan antara DPRD Batubara dan MUI Batubara menghasilkan usulan penting untuk mengatasi masalah kurangnya kemampuan membaca dan menulis Alquran pada anak-anak Muslim. Usulan ini berupa Ranperda Budaya Maghrib Mengaji yang diusulkan oleh MUI Batubara. Meskipun menghadapi tantangan dalam harmonisasi dengan hukum yang ada, semangat untuk mengembalikan budaya maghrib mengaji tetap tinggi. Proses ini akan melibatkan penyusunan naskah akademik serta tahapan harmonisasi dengan aturan pemerintah. Keberhasilan daerah lain dalam mengadopsi peraturan serupa menjadi contoh inspiratif bagi langkah-langkah yang akan diambil oleh DPRD Batubara. (Putra)

Komentar

Berita Terkini